a. Pengertian Ikhtilaf
Secara etimologis fiqhiyah,
ikhtilaf di ambil dari bahasa Arab
yang berarti berselisih.
Sedangkan secara terminologis
fiqhiyah, ikhtilaf adalah perselisihan paham atau penndapat di kalangan para
ulama’ fiqh sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu
ketentuan hukum tertentu[1].
Dengan demikian ikhtilaf merupakan masalah ijtihad sebagai hasil dari
pemahaman terhadap sumber hukum islam.
b. Daerah Tempat Terjadi Ikhtilaf
Menurut teori hukum
islam yang dibuat ulama’ zaman pertengahan, struktur hukum islam dibangun atas
empat dasar yang disebut sumber-sumber hukum . Keempat sumber itu adalah
Qur’an, Sunah Nabi, Ijma’ dan Qiyas, sebagia dalil-dalil syara’ yang sudah
disepakati. Apakah pada sumber
dalilsyara’ tersebut ada kemungkinan terjadinya ikhtilaf? Untuk menjawab
pertanyaan tesebut, akan dicoba dijelaskan mengenai keempat sumber yang dijadikan
sebagai sumber dalil syara’.
Nash-nash Al-Qur’an
ditinjau dari segi petunjuknya terhadap hukum-hukum terbagi kepada dua
kategori: Qath’iyud dalalah dan Zaanniyud dalalah. Ayat Al Qur’an
yang termasuk dalam kategori ayat-ayat Qath’iyud dalalah, tidak dapat
ditakwilkan dan dipahami dengan arti yang lain kecuali hanya dengan arti yang
sesuai dengan nash-nash tersebut.
Dan ayat-ayat yang
termasuk dalam kategori Zhanniyud dalalah, arti nash-nash itu masih
memungkinkan untuk ditakwil atau dialihkan kepada pengertian yang lain. Dengan
demikian pada kategoriyang kedua inilah terjadi ikhtilaf dalam nash-nash
Al-Qur’an sebagai sumber rujukan dalam penetapan hukum.Atau perbedaan pendapat
di kalangan ahli hukum sesungguhnya, disebabkan karena perbedaan pendapat
diantara para sahabat dalam penafsiran Al Qur’an yang Zhanni’iyud dalalah.
Dalam hadits Nabi,dari segi wurudnya ada yangQaati’iyul wuruddan ada
pula yang Zhanni’iyud wurud disamping ada yang Qati’iyud dalalah dan
Zhanni’iyud dalalah.Oleh karena itu kemungkinan adanya ikhtilaf pada
bidang hadits sangat besar. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui ilmu mushtholahul
hadits[2].
Qiyas sebagai
sumber hukum terjadinya ikhtilaf.Pada masa Nabi, kaum muslimin jarang
menggunakan qiyas dalam melaksanakan suatu perkara hukum. Mengenai qiyas
sebagai sumber hukum terjadinya ikhtilaf, ulama’ Syi’ah dan Zhahiri tidak
mengakui qiyas sebagai sumber hukum. Alasan ulama’ syi’ah yaitu Al Qur’an dan Sunnah
telah dianggap mencukupi dan apabila tidak ada kejelasan dalam Al Qur’an dan Sunnah,
maka masalah itu diserahkan kepada imam sebagai orang yang maksum. Sedangkan
alasan Zhahiri, karena sudah lengkap ketentuan-ketentun yang terdapat dalam Al Qur’an
dan Hadits.Apa yang sebenarnya di katakan sebagai hasil ijtihad sahabat, itu
sebenarnya hanyalah hasil dari pemahaman terhadap Al Qur’an dan Hadits.
Dari uraian di atas
dapat di pahami, bahwa masalah khilafiah adalah masalah yang selalu aktual dalam
realitas kehidupan manusia, karena ada daya berpikir yang dimiliki, yang
mengakibatkan orang berpikir dinamis pula dalam menetapkan suatu hukum.
Adapun yang
menjadi daerah tempat terjadinya iktilaf adalah:
1. Ayat-ayat
Al Qur’an yang Zhanniyatud dalalah
2. Hadits-hadits yang Zhanniyatud dalalah
dan Zhanniyatul wurud
3. Masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang belum ada ketentuan hukumnya
dalam nash (Al
Qur’an dan Hadits)[3]
c. Sebab Timbulnya
Ikhtilaf
Ikhtilaf di kalangan umat islam
telah terjadi sejak masa sahabat. Ikhtilaf terjadi di masa sahabat itu adalah
karena perbedaan paham di antara mereka dan perbedaan nash (sunnah) yang sampai
kepada mereka.Hal ini terjadi karena pengetahuan mereka dalam masalah hadits
tidak sama dan juga karena perbedaan pandangan tentang dasar penetapan hukum
dan berlainan tempat.
Sebab-sebab pokok terjadinya ikhtilaf di kalangan
para ulama’ (mujtahidin)
adalah sebagai berikut:
1. Sebab eksternal
a. Berbeda perbendaharaan hadits masing
masing mujtahid
b. Di antara ulama’ dan umat islam, ada
yang kurang memperhatikan situasi pada waktu Nabi bersabda
c. Di antara ulama’ dan umat islam kurang
memperhatikan dan mempelajari bagaimana cara Nabi menjawab suatu pertanyaan
atau menyuruhorang
d. Di antara ulama’ dan umat islam banyak
yang terpengaruh oleh pendapat yang diterimanya dari pemuka-pemuka dan ulama’-ulama’ sebelumnya
dengan ucapan
“ telah terjadi ijmak”
e. Di antara ulama’ ada yang berpandangan
yang terlalu berlebihan terhadap amaliah-amaliah
yang disunatkan sehingga orang awam menganggapnya suatu amaliah yang diwajibkan
dan berdosa apabila ditinggalkan
f. Para sahabat yang terpencar tempat
tinggalnya, yang meriwayatkan hadits berbeda-beda,
karena mungkin lalai atau lupa sedangkan tidak ada yang megingatkan di antara
sahabat-sahabat itu tidak ada
atau ada sahabat yang menerima hadits tertentu yang tidak didapat oleh sahabat
yang lainnya
g. Perbedaan pandangan politik, yang juga
mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam menetapkan hukum islam
2. Sebab internal
a. Kedudukan suatu hadits
b. Perbedaan penggunaan sumber hukum
c. Perbedaan pemahaman
2.4. Lahirnya Ahli Hadits dan Ahli Ra’yu
Sejak pemerintahan islam dipegang
oleh Khalifah kedua, Umar bin Khattab, wilayah kekuasaan islam sudah mulai
meluas. Hal ini menyebabkan para ulama pergi bertebaran ke berbagai kota dan
daerah yang sudah dikuasai islam. Mereka masing-masing memberikan fatwa-fatwa
dalam masalah keagamaan.
Kalangan
para Tabi’in banyak yang terpengaruh oleh cara istinbat hukum para sahabat.
Tabi’in Hijaz terpengaruh oleh ijtihadnya Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.Sehingga
akhirnya mereka dikenal dengan Aliran Hadits (Ahlul Hadits).Sedang Tabi’in yang
berbeda di Irak dikenal dengan Aliran Hadits (Ahlul Hadits). Sehingga akhirnya
mereka terkenal dengan Aliran Qiyas (Ahlur Ra’yu).[4]
Demikianlah,
Jumhur ulama terbagi atas dua aliran tersebut, yaitu Ahli Hadits dan Ahli
Ra’yu.Adapun yang menyebabkan terbaginya mereka kepada dua aliran tersebut
ialah perpecahan Jumhur ulama menjadi dua aliran yang menyangkut materi sumber
hukum. Yaitu apakah boleh hukum itu ditetapkan berdasarkan qiyas di samping
Al-Quran dan Hadits atau tidak?.Golongan yang mengatakan tidak boleh kecuali
jika terpaksa, itulah yang selanjutnya dikenal sebagai Ahli Hadits.Sedang
golongan yang mengatakan ya, itulah sebagai Ahli Ra’yu.
a. Faktor-Faktor Yang Membentuk Ulama Hijaz
Menjadi Ahli Hadits
1. Mereka dipengaruhi oleh jalan pikiran
guru mereka yang sangat terikat kepada nash-nash yang ada dan sangat teliti
dalam menggunakan ijtihad bir ra’yi.
2. Mereka banyak hafal hadits Nabi dan
fatwa sahabat.
3. Mereka hidup dalam keadaan permulaan
perkembangan islam.
b. Faktor-Faktor Yang Membentuk Ulama Irak
Menjadi Ahli Ra’yu
1. Mereka terpengaruh oleh jalan pikiran
guru mereka.
2. Kufah dan Basrah, dua kota yang banyak didiami
ulama Irak adalah markas tentara islam, juga Kufah adalah tempat kedudukan
Khalifah Ali bin Abi Thalib yang banyak dikunjungi oleh golongan ulama-ulama
sahabat yang masyhur[5].
Perlu diketahui bahwa terjadinya
perbedaan dalam penggunaan hadits dan qiyas sebagai dasar hukum adalah apabila
hadits itu dipandang tidak shahih oleh salah satu pihak, sementara pihak yang
satu lagi memandang shahih. Tetapi apabila kedua golongan tersebut sepakat akan
sesuatu hadits bahwa dia itu shahih, maka terdapatlah suatu kesepakatan antara
keduanya, bahwa hadits harus didahulukan daripada qiyas, mereka sama-sama tidak
menggunakan ra’yu.
[1] Hasan, M.Ali, Perbandingan Madzhab, Rajawali Pers,
2002, hal.114
[2] Hasan, M.Ali, Perbandingan Madzhab, Rajawali Pers,
2002, hal.115
[3] Hasan, M.Ali, Perbandingan Madzhab, Rajawali Pers,
2002, hal.117
[4] Al-Mansur, Asep
Saifuddin, Drs, Kedudukan Madzhab Dalam
Syariat Islam, Pustaka Al Husna, 1984, hal.35
[5] Al-Mansur, Asep
Saifuddin, Drs, Kedudukan Madzhab Dalam
Syariat Islam, Pustaka Al Husna, 1984, hal.35-37